TAFSIR QUR’AN ‘ADZIM
(Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahalli dan Syaikh Jalaluddin
‘Abdurrrahman bin Abi Bakar Suyuthi)
Oleh : Wiwik Ayu Hidayati
Pendahuluan
Banyak kitab tafsir yang kita temui,
seperti kitab tafsir karya Ibnu Katsir, Mahmud Yunus, Mahmud Ayyub, dll.
Termasuk kitab Tafsir Jalalain yang tak kalah dengan kitab tafsir yang lain.
Yang menarik dari kitab Tafsir Jalalain adalah kitab ini dikarang oleh dua Imam
Jalalain yaitu Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahalli (Mahalli) dan Syaikh
Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar Suyuthi (Suyuthi). Kitab ini
terbagi atas dua juz. Juz yang pertama berisi tafsir surat al-Baqarah sampai
surat al-Isra’ yang disusun oleh Jalaluddin al-Suyuthi, sedangkan juz yang
kedua berisi tafsir surat al-Kahfi sampai surat al-Naas ditambah dengan tafsir
surat al-Fatihah yang disusun oleh Jalaluddin al-Mahalli.
Tafsir
ini masih banyak dipelajari di Indonesia, terutama di pondok pesantren,
termasuk pesantren yang saya tempati saat ini. Karena memang kitab tafsir ini
mudah difahami karena menggunakan kata-kata yang sederhana.
A. SEJARAH
PENULISAN TAFSIR KARYA JALALAIN
Dalam kitab
tafsir Jalalain terdapat sejarah dan biografi penulis yang terletak ditengah
antara penafsiran Imam Suyuthi dan Mahalli.
Ada dua hal yang menjadi latar belakang ditulisnya kitab tafsir ini,
pertama keprihatinan sang mufassir akan merosotnya bahasa arab dari kurun ke
kurun dikarenakan banyaknya bahasa ajam (selain arab) yang masuk ke negara
arab, seperti bahasa persi, turki, dan india. Sehingga mempengaruhi kemurnian
bahasa Al-Qur’an sendiri, bahasa arab semakin sulit untuk difahami oleh orang
arab asli karena susunan kalimatnya berangsur-angsur semakin berbelok kepada
gramatika lughot ajam. Kosa katapun banyak bermunculan dari lughot selain arab,
sehingga menyulitkan untuk mengerti yang mana bahasa arab dan yang mana bahasa
ajam. Hal inilah yang dikelnal “Zuyu’ al Lahn” (keadaan dimana perubahan
mudah ditemui) sehingga banyak kaidah-kaidah nahwu dan shorof dilanggar. Kedua,
Al-Qur’an telah diyakini sebagai sumber bahasa arab yang paling autentik, maka
untuk mendapatkan kaidah yang benar, pegkajian dan pemahaman terhadap Al-Qur’an
harus dilakukan.
Tafsir ini
semula ditulis oleh imam jalaludin al-mahally, mulai dari surat Al-Isro’ hingga
akhir dari surat An-Naas, kemudian setelah beliau selesai menafsrkan surat
Al-Fatihah, ternyata beliau sudah didahului panggilan dari sang pencipta,
kemudian dilanjutkan oleh Imam Jalauddin Suyuti, beliau menyempurnakan
tafsir Mahalli, yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an mulai dari surat
Al-Baqoroh hingga akhir surat Al-Isro’. Akan tetapi, banyak yang salah
faham mengenai masalah ini, banyak yang mengira bahwa Mahalli lah yang
mengarang jalalain mulai awal hingga pertengahan, selebihnya diteruskan oleh
As-Suyuthi, ini adalah pemahaman yang salah.
Oleh karena
itu, As-Suyuthi menaruh surat Al-Fatihah berada di bagian belakang, tidak
seperti tafsir-tafsir yang lain yang mendahulukan surat ini sebelum yang
lainnya, karena beliau berkehendak supaya surat Al-Fatihah berkelompok menjadi
satu dengan surat-surat yang lain yang telah ditafsirakan oleh gurunya,
Al-Mahally.
B. CORAK
PENAFSIRAN
Penafsiran
Mahalli dan Suyuti dalam tafsir Jalalain tidak menggunakan sistem periwayatan,
namun menggunakan ijtihad. Jadi kitab ini menggunakan tafsir bil ra’yi. Hal
tersebut, nampak dengan jelas ketika kita melihat tafsir jalalain. Tafsir jalalin
dapat digolongkan tafsir yang menggunakan metode ijmali, karena sang mufassir
telah memaparkan penjelasannya secara global pada tafsir ini, bahkan
penafsirannya sangat sedikit, bisa jadi yang mendengar tafsirannya dikira
lafadz Qur’annya. Serta dapat digolongkan juga pada metode tahlily, dengan penafsiran
yang mencakup beberapa aspek keilmuan, seperti segi bahasa, maksud sebuah ayat,
asbab an Nuzul, dan lain lain.
Mahalli dan Suyuti dalam tafsirnya sangat
sedikit ditemukan periwayatan hadits. Salah satunya, ketika as-Suyuti
menafsirkan surat al-Baqarah ayat 45
{ واستعينوا } اطلبوا المعونة على أموركم { بالصبر } الحبس للنفس
على ما تكره { والصلاة } أفردها بالذكر تعظيما لشأنها وفي الحديث « كان صلي الله
عليه وسلم إذا حَزَبَهُ أمر بادر إلى الصلاة » وقيل . الخطاب لليهود لمّا عاقهم عن
الإيمان الشَّرَهُ وحب الرياسةأمروا بالصبر وهو الصوم لأنه يكسر الشهوة ، والصلاة
لأنها تورث الخشوع وتنفي الكبر { وَإِنَّهَا } أي الصلاة { لَكَبِيرَةٌ } ثقيلة {
إِلاَّ عَلَى الخاشعين } الساكنين إلى الطاعة .
(Mintalah pertolongan) dalam
menghadapi urusan atau kesulitan-kesulitanmu (dengan jalan bersabar) menahan
diri dari hal-hal yang tidak baik (dengan salat). Khusus disebutkan di sini
untuk menyatakan bagaimana pentingnya salat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan
bahwa jika Nabi saw. hatinya risau disebabkan sesuatu masalah, maka beliau
segera melakukan salat. Ada pula yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan
kepada orang-orang Yahudi yang terhalang beriman disebabkan ketamakan dan ingin
kedudukan. Maka mereka disuruh bersabar yang maksudnya ialah berpuasa, karena
berpuasa dapat melenyapkan itu. Salat, karena dapat menimbulkan kekhusyukan dan
membasmi ketakaburan. (Dan sesungguhnya ia) maksudnya salat (amat berat) akan
terasa berat (kecuali bagi orang-orang yang khusyuk) yang cenderung kepada
berbuat taat.
C. KARAKTERISTIK TAFSIR
Selain
menjelaskan maksud setiap kata, ungkapan atau ayat, kitab ini menjelaskan faktor
kebahasaan dengan menggunakan cara-cara berikut : langsung menerangkan kata
dari segi sharafnya. Jika hal itu di
anggap pentig untuk diperhatikandengan mengambil bentuk struktur bentuk (wazan)
katanya, menerangkan makna kata atau padanan kata (sinonim) jika dianggap belum
dikenal atau mengandung makna yang agak khusus, dan menjelaskan fungsi kata
(subyek, obyek, predikat atau yang lain) dalam kalimat. Menurut ilmu tafsir,
cara penafsiran seperti itu disebut metode tahlily.”
Adapun mengenai corak tafsir ini, menurut saya
lebih condong untuk menamainya dengan corak sastra budaya kemasyarakata.
Karena didalamnya tidak hanya terdapat penjelasan mengenai kebahasaan, akan
tetapi juga banyak membahas cerita-cerita kemasyarakatan pada zaman dahulu. Seperti
kisah Nabi Yusuf, Kisah Nabi Lut, dll.
D. TEKNIK PENAFSIRAN TAFSIR JALALAIN
Ada beberapa teknik yang digunakan menafsirkan
pada tafsir jalalain, diantaranya sebagaia berikut :
1.
Pada awal surat, mufassir menerangkan tentang
nama surat, banyaknya ayat (beserta perbedaan pendapat tentang banyaknya, jika
ada), serta tergolong madaniyah atau makkiyah-kah surat tersebut. Serta
terkadang menyebutkan pengecualian-pengecualian pada beberapa ayat yang bukan
termasuk makiyah, atau tidak termasuk Madaniyah. Contoh : Pada surat
Al-Baqoroh,
)سورة البقرة(
مدنية
مائتان وست أو سبع وثمانون آية
Tertera bahwa surat tersebut termasuk surat
Madaniyyah, banyaknya ayat ada 286 atau 287, karena ada perbedaan pendapat
mengenai banyaknya ayat pada surat ini.
سورة التوبة
) مدنية إلا
الآيتين الأخيرتين فمكيتان وآياتها 129 نزلت بعد المائدة (
Begitu juga yang tertulis pada awal surat
Al-Fatihah,
(سورة الفاتحة)
مكية سبع آيات بالبسملة إن كانت منها
والسابعة صراط الذين إلى آخرها وان لم يكن منها فالسابعة غير المغضوب إلى آخرها…
Beliau
mengatakan ada 7 ayat, tapi yang diperdebatkan adalah keberadan basmalah.
2.
Menyebutkan tentang Asbabun Nuzul tentang
suatau ayat, baik disebutkan sebelum ayat atau sesudahnya. Contoh : Pada
Surat Al-Falaq, telah disebut asbabun Nuzul sebelum ayatnya
(سورة الفلق)
مكية أو مدنية وآياتها خمس نزلت هذه
السورة والتي بعدها لما سحر لبيد اليهودي النبي صلى الله عليه و سلم في وتر به
إحدى عشرة عقدة فأعلمه الله بذلك وبمحله فأحضر بين يديه صلى الله عليه و سلم وأمر
بالتعوذ بالسورتين فكان كلما قرأ آية منها انحلت عقدة ووجد خفة حتى انحلت العقد
كلها وقام كأنما نشط من عقال
Atau sesudah disebutkan ayatnya, seperti :
(
ومن أظلم ) اي لا أحد أظلم ( ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه ) بالصلاة
والتسبيح ( وسعى في خرابها ) بالهدم أو التعطيل نزلت إخبارا عن الروم الذين
خربوا بيت المقدس أو في المشركين لما صدوا النبي صلى الله عليه و سلم عام الحديبية
عن البيت
3.
Penafsiran ayat-ayat mutasyabihat, Imam Jalalain
mengembalikan kepada yang maha mengetahui. Contoh pada permulaan-permulaan
ayat, seperti الم, طه, يس, كهيعص, dan lain-lain,
mufassir hanya memberikan komentar الله اعلم بمراده بذلك “ Allah lebih tahu mengenai apa yang
dimaksudkan akan hal itu”.
4.
Menafsirkan suatau kata dengan kata yang
muroddif (sama) dengannya. Contoh :
( اهدنا الصراط
المستقيم ) أي أرشدنا إليه
Kata اهدي
dan ارشد
sama-sama berarti menunjukkan.
5.
Menjelaskan tentang susunan kalimat pada suatu
ayat. Contoh :
( ذلك ) اي هذا
( الكتاب ) الذي يقرؤه محمد ( لا ريب ) ولاشـك
( فيه )
أنه من عند الله وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم ( هدى ) خبر ثان
أي هاد ( للمتقين ) الصائرين إلى التقوى بامتثال الأوامر واجتناب النواهي لاتقائهم
بذلك النار
6. Menjelaskan
suatu ayat dengan ayat lain yang saling
berkaitan (munasabah). Contoh :
( يومئذ ) يوم
المجيء ( يود الذين كفروا وعصـوا الرسـول لو ) اي أن
( تسوى ) بالبناء للمفعول والفاعل مع حذف
إحدى التاءين في الأصل ومع إدغامها في السين اي تتسوى ( بهم الأرض ) بأن يكونوا
ترابا مثلها لعظم هوله كما في آية أخرى ( ويقول الكافر يا ليتني كنت ترابا )
( ولا يكتمون الله حديثا ) عما عملوه وفي وقت آخر يكتمونه ويقولون ( والله ربنا ما
كنا مشركين )
6.
Mengutip satu ayat sampai selesai, kemudian
bari dilanjutkan dengan penafsiran,
( قل أعوذ برب الناس ) خالقهم ومالكهم خصوا بالذكر تشريفا لهم
ومناسبة للاستعاذة من شر الموسوس في صدورهم
7.
Menggunakan pemotongan kata :
( ذلك ) اي هذا ( الكتاب ) الذي يقرؤه
محمد ( لا ريب ) ولاشك
( فيه ) أنه من
عند الله وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم