Minggu, 19 November 2017

Resensi Tafsir Jalalain

TAFSIR QUR’AN ‘ADZIM
(Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahalli dan Syaikh Jalaluddin ‘Abdurrrahman bin Abi Bakar Suyuthi)
Oleh    : Wiwik Ayu Hidayati
Pendahuluan
            Banyak kitab tafsir yang kita temui, seperti kitab tafsir karya Ibnu Katsir, Mahmud Yunus, Mahmud Ayyub, dll. Termasuk kitab Tafsir Jalalain yang tak kalah dengan kitab tafsir yang lain. Yang menarik dari kitab Tafsir Jalalain adalah kitab ini dikarang oleh dua Imam Jalalain yaitu Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahalli (Mahalli) dan Syaikh Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar Suyuthi (Suyuthi). Kitab ini terbagi atas dua juz. Juz yang pertama berisi tafsir surat al-Baqarah sampai surat al-Isra’ yang disusun oleh Jalaluddin al-Suyuthi, sedangkan juz yang kedua berisi tafsir surat al-Kahfi sampai surat al-Naas ditambah dengan tafsir surat al-Fatihah yang disusun oleh Jalaluddin al-Mahalli.
            Tafsir ini masih banyak dipelajari di Indonesia, terutama di pondok pesantren, termasuk pesantren yang saya tempati saat ini. Karena memang kitab tafsir ini mudah difahami karena menggunakan kata-kata yang sederhana.
A.    SEJARAH PENULISAN TAFSIR KARYA JALALAIN
Dalam kitab tafsir Jalalain terdapat sejarah dan biografi penulis yang terletak ditengah antara penafsiran Imam Suyuthi dan Mahalli.  Ada dua hal yang menjadi latar belakang ditulisnya kitab tafsir ini, pertama keprihatinan sang mufassir akan merosotnya bahasa arab dari kurun ke kurun dikarenakan banyaknya bahasa ajam (selain arab) yang masuk ke negara arab, seperti bahasa persi, turki, dan india. Sehingga mempengaruhi kemurnian bahasa Al-Qur’an sendiri, bahasa arab semakin sulit untuk difahami oleh orang arab asli karena susunan kalimatnya berangsur-angsur semakin berbelok kepada gramatika lughot ajam. Kosa katapun banyak bermunculan dari lughot selain arab, sehingga menyulitkan untuk mengerti yang mana bahasa arab dan yang mana bahasa ajam. Hal inilah yang dikelnal “Zuyu’ al Lahn” (keadaan dimana perubahan mudah ditemui) sehingga banyak kaidah-kaidah nahwu dan shorof dilanggar. Kedua, Al-Qur’an telah diyakini sebagai sumber bahasa arab yang paling autentik, maka untuk mendapatkan kaidah yang benar, pegkajian dan pemahaman terhadap Al-Qur’an harus dilakukan.
Tafsir ini semula ditulis oleh imam jalaludin al-mahally, mulai dari surat Al-Isro’ hingga akhir dari surat An-Naas, kemudian setelah beliau selesai menafsrkan surat Al-Fatihah, ternyata beliau sudah didahului panggilan dari sang pencipta, kemudian dilanjutkan oleh  Imam Jalauddin Suyuti, beliau menyempurnakan tafsir Mahalli, yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an  mulai dari surat Al-Baqoroh  hingga akhir surat Al-Isro’. Akan tetapi, banyak yang salah faham mengenai masalah ini, banyak yang mengira bahwa Mahalli lah yang mengarang jalalain mulai awal hingga pertengahan, selebihnya diteruskan oleh As-Suyuthi, ini adalah pemahaman yang salah.
Oleh karena itu, As-Suyuthi menaruh surat Al-Fatihah berada di bagian belakang, tidak seperti tafsir-tafsir yang lain yang mendahulukan surat ini sebelum yang lainnya, karena beliau berkehendak supaya surat Al-Fatihah berkelompok menjadi satu dengan surat-surat yang lain yang telah ditafsirakan oleh gurunya, Al-Mahally.
B.     CORAK PENAFSIRAN
Penafsiran Mahalli dan Suyuti dalam tafsir Jalalain tidak menggunakan sistem periwayatan, namun menggunakan ijtihad. Jadi kitab ini menggunakan tafsir bil ra’yi. Hal tersebut, nampak dengan jelas ketika kita melihat tafsir jalalain. Tafsir jalalin dapat digolongkan tafsir yang menggunakan metode ijmali, karena sang mufassir telah memaparkan penjelasannya secara global pada tafsir ini, bahkan penafsirannya sangat sedikit, bisa jadi yang mendengar tafsirannya dikira lafadz Qur’annya. Serta dapat digolongkan juga pada metode tahlily, dengan penafsiran yang mencakup beberapa aspek keilmuan, seperti segi bahasa, maksud sebuah ayat, asbab an Nuzul, dan lain lain.
 Mahalli dan Suyuti dalam tafsirnya sangat sedikit ditemukan periwayatan hadits. Salah satunya, ketika as-Suyuti menafsirkan surat al-Baqarah ayat 45
{ واستعينوا } اطلبوا المعونة على أموركم { بالصبر } الحبس للنفس على ما تكره { والصلاة } أفردها بالذكر تعظيما لشأنها وفي الحديث « كان صلي الله عليه وسلم إذا حَزَبَهُ أمر بادر إلى الصلاة » وقيل . الخطاب لليهود لمّا عاقهم عن الإيمان الشَّرَهُ وحب الرياسةأمروا بالصبر وهو الصوم لأنه يكسر الشهوة ، والصلاة لأنها تورث الخشوع وتنفي الكبر { وَإِنَّهَا } أي الصلاة { لَكَبِيرَةٌ } ثقيلة { إِلاَّ عَلَى الخاشعين } الساكنين إلى الطاعة .
(Mintalah pertolongan) dalam menghadapi urusan atau kesulitan-kesulitanmu (dengan jalan bersabar) menahan diri dari hal-hal yang tidak baik (dengan salat). Khusus disebutkan di sini untuk menyatakan bagaimana pentingnya salat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa jika Nabi saw. hatinya risau disebabkan sesuatu masalah, maka beliau segera melakukan salat. Ada pula yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang terhalang beriman disebabkan ketamakan dan ingin kedudukan. Maka mereka disuruh bersabar yang maksudnya ialah berpuasa, karena berpuasa dapat melenyapkan itu. Salat, karena dapat menimbulkan kekhusyukan dan membasmi ketakaburan. (Dan sesungguhnya ia) maksudnya salat (amat berat) akan terasa berat (kecuali bagi orang-orang yang khusyuk) yang cenderung kepada berbuat taat.
C.    KARAKTERISTIK TAFSIR
Selain menjelaskan maksud setiap kata, ungkapan atau ayat, kitab ini menjelaskan faktor kebahasaan dengan menggunakan cara-cara berikut : langsung menerangkan kata dari segi sharafnya.  Jika hal itu di anggap pentig untuk diperhatikandengan mengambil bentuk struktur bentuk (wazan) katanya, menerangkan makna kata atau padanan kata (sinonim) jika dianggap belum dikenal atau mengandung makna yang agak khusus, dan menjelaskan fungsi kata (subyek, obyek, predikat atau yang lain) dalam kalimat. Menurut ilmu tafsir, cara penafsiran seperti itu disebut metode tahlily.”
Adapun mengenai corak tafsir ini, menurut saya lebih condong untuk menamainya dengan corak  sastra budaya kemasyarakata. Karena didalamnya tidak hanya terdapat penjelasan mengenai kebahasaan, akan tetapi juga banyak membahas cerita-cerita kemasyarakatan pada zaman dahulu. Seperti kisah Nabi Yusuf, Kisah Nabi Lut, dll.
D. TEKNIK PENAFSIRAN TAFSIR JALALAIN
Ada beberapa teknik yang digunakan menafsirkan pada tafsir jalalain, diantaranya sebagaia berikut :
1.      Pada awal surat, mufassir menerangkan tentang nama surat, banyaknya ayat (beserta perbedaan pendapat tentang banyaknya, jika ada), serta tergolong madaniyah atau makkiyah-kah surat tersebut. Serta terkadang menyebutkan pengecualian-pengecualian pada beberapa ayat yang bukan termasuk makiyah, atau tidak termasuk Madaniyah. Contoh : Pada surat Al-Baqoroh,
)سورة البقرة(
 مدنية مائتان وست أو سبع وثمانون آية
Tertera bahwa surat tersebut termasuk surat Madaniyyah, banyaknya ayat ada 286 atau 287, karena ada perbedaan pendapat mengenai banyaknya ayat pada surat ini.
سورة التوبة
) مدنية إلا الآيتين الأخيرتين فمكيتان وآياتها 129 نزلت بعد المائدة (
Begitu juga yang tertulis pada awal surat Al-Fatihah,
(سورة الفاتحة)
مكية سبع آيات بالبسملة إن كانت منها والسابعة صراط الذين إلى آخرها وان لم يكن منها فالسابعة غير المغضوب إلى آخرها
Beliau mengatakan ada 7 ayat, tapi yang diperdebatkan adalah keberadan basmalah.
2.      Menyebutkan tentang Asbabun Nuzul tentang suatau ayat, baik disebutkan sebelum ayat atau sesudahnya. Contoh :  Pada Surat Al-Falaq, telah disebut asbabun Nuzul sebelum ayatnya
(سورة الفلق)
مكية أو مدنية وآياتها خمس نزلت هذه السورة والتي بعدها لما سحر لبيد اليهودي النبي صلى الله عليه و سلم في وتر به إحدى عشرة عقدة فأعلمه الله بذلك وبمحله فأحضر بين يديه صلى الله عليه و سلم وأمر بالتعوذ بالسورتين فكان كلما قرأ آية منها انحلت عقدة ووجد خفة حتى انحلت العقد كلها وقام كأنما نشط من عقال
Atau sesudah disebutkan ayatnya, seperti :
( ومن أظلم ) اي لا أحد أظلم ( ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه ) بالصلاة والتسبيح ( وسعى في خرابها ) بالهدم أو التعطيل نزلت إخبارا عن الروم الذين خربوا بيت المقدس أو في المشركين لما صدوا النبي صلى الله عليه و سلم عام الحديبية عن البيت
3.      Penafsiran ayat-ayat mutasyabihat, Imam Jalalain mengembalikan kepada yang maha mengetahui. Contoh pada permulaan-permulaan ayat, seperti الم, طه, يس, كهيعص,  dan lain-lain, mufassir hanya memberikan komentar الله اعلم بمراده بذلك “ Allah lebih tahu mengenai apa yang dimaksudkan akan hal itu”. 
4.      Menafsirkan suatau kata dengan kata yang muroddif (sama) dengannya. Contoh :
( اهدنا الصراط المستقيم ) أي أرشدنا إليه
Kata اهدي  dan ارشد  sama-sama berarti menunjukkan.
5.      Menjelaskan tentang susunan kalimat pada suatu ayat. Contoh :
( ذلك ) اي هذا ( الكتاب ) الذي يقرؤه محمد ( لا ريب ) ولاشـك
 ( فيه ) أنه من عند الله وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم ( هدى ) خبر ثان أي هاد ( للمتقين ) الصائرين إلى التقوى بامتثال الأوامر واجتناب النواهي لاتقائهم بذلك النار
6. Menjelaskan suatu ayat dengan ayat lain  yang saling berkaitan (munasabah). Contoh :
( يومئذ ) يوم المجيء ( يود الذين كفروا وعصـوا الرسـول لو ) اي أن
( تسوى ) بالبناء للمفعول والفاعل مع حذف إحدى التاءين في الأصل ومع إدغامها في السين اي تتسوى ( بهم الأرض ) بأن يكونوا ترابا مثلها لعظم هوله كما في آية أخرى ( ويقول الكافر يا ليتني كنت ترابا ) ( ولا يكتمون الله حديثا ) عما عملوه وفي وقت آخر يكتمونه ويقولون ( والله ربنا ما كنا مشركين )
6.      Mengutip satu ayat sampai selesai, kemudian bari dilanjutkan dengan penafsiran,
( قل أعوذ برب الناس ) خالقهم ومالكهم خصوا بالذكر تشريفا لهم ومناسبة للاستعاذة من شر الموسوس في صدورهم
7.      Menggunakan pemotongan kata :
( ذلك ) اي هذا ( الكتاب ) الذي يقرؤه محمد ( لا ريب ) ولاشك

( فيه ) أنه من عند الله وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar